Pull, Push dalam kamus bahasa berarti tarik, dorong. Jika membicarakan Lean Manufacturing dan Just In Time (JIT), rasanya dua kata ini sangat erat kaitannya.
Dibanding Push System, Pull System yang lebih menjadi pusat perhatian dalam implementasi JIT . Pull merupakan proses operasi mulai dari tahap pembelian hingga delivery customer yang hingga saat ini dianggap modern dan bisa mengikuti arah pasar. Sedangkan istilah yang satunya, yaitu Push system, merepresentasikan sebuah system operasi tradisional dan konservative, identik dengan aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah atau istilahnya "waste". Untuk menghindari stock out, manajemen menentukan tingkat volume pembelian material dan level of inventory, tidak berpedoman pada turunnya Purchase order (PO) customer. Sebagai acuan yaitu forecasting atau peramalan tingkat penjualan.
Dalam manufacturing, Pull System kurang lebih memiliki arti sebagai berikut :
a) Venkatesh (1996)menyatakan pada sistem push, sebuah mesin melakukan proses produksi tanpa harus menunggu permintaan dari mesin yang akan melakukan proses berikutnya. Sebaliknya pada sistem pull, sebuah mesin melakukan proses produksi hanya jika ada permintaan dari mesin yang akan melakukan proses selanjutnya.
b) Goddard dan Brooks (1984), sistem push dan pull diasosiasikan dengan aliran informasi. Mereka mendefinisikan push sebagai aksi untuk mengantisipasi kebutuhan, sedangkan pull sebagai aksi untuk melayani permintaan.
c) Villa dan Watanabe (1993) menggambarkan kaitan sistem push dengan proses manajemen dalam upaya mengurangi risiko stock-out, sedangkan sistem pull sebagai suatu proses produksi yang mengalir dengan ekspektasi inventori sekecil mungkin.
Pure Push and pull System |
Bagaimana Pull and Push System dari sudut pandang JIT ?
Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang. Prinsip dasarnya, perusahaan hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen. Just In Time (JIT)adalah suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen dimana segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk mengangkat produktifitas dan mengurangi pemborosan (waste). Just In Time didasarkan pada konsep arus produksi yang berkelanjutan dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerja sama dengan komponen-komponen lainnya.
Just In Time |
Konsep dasar JIT diimplenetasikan dengan baik pada sistem produksi Toyota, system ini berhasil menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan perubahan permintaan, dengan cara membuat semua proses dapat menghasilkan produk yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
Dalam sistem pengendalian produksi yang biasa (konvensional), syarat di atas dipenuhi dengan mengeluarkan berbagai jadwal produksi pada semua proses, baik itu pada proses manufaktur suku cadang maupun pada lini rakit akhir. Proses manufaktur suku cadang menghasilkan suku cadang yang sesuai dengan jadwal, dengan menggunakan sistem dorong, artinya proses sebelumnya memasok suku cadang pada proses berikutnya. (push system)
Dalam sistem pengendalian produksi yang biasa (konvensional), syarat di atas dipenuhi dengan mengeluarkan berbagai jadwal produksi pada semua proses, baik itu pada proses manufaktur suku cadang maupun pada lini rakit akhir. Proses manufaktur suku cadang menghasilkan suku cadang yang sesuai dengan jadwal, dengan menggunakan sistem dorong, artinya proses sebelumnya memasok suku cadang pada proses berikutnya. (push system)
Pull system adalah aksi untuk melayani permintaan. pull system sebagai suatu proses produksi yang mengalir dengan ekspektasi inventori sekecil mungkin.
Push system adalah aksi untuk mengantisipasi kebutuhan, push system dengan proses manajemen dalam upaya mengurangi risiko stock-out. Perbedaan pull system dan push system yaitu bahwa sistem manufaktur push membutuhkan ketersediaan inventori untuk mendukung kelancaran proses produksi, sedangkan sistem manufaktur pull menghendaki ketiadaan inventori karena dipandang sebagai beban biaya.
Contoh dari pull dan push system adalah pada pull , sebuah mesin melakukan proses produksi hanya jika ada permintaan dari mesin yang akan melakukan proses selanjutnya. Sebaliknya pada push system,sebuah mesin melakukan proses produksi tanpa harus menunggu permintaan .
Push system adalah aksi untuk mengantisipasi kebutuhan, push system dengan proses manajemen dalam upaya mengurangi risiko stock-out. Perbedaan pull system dan push system yaitu bahwa sistem manufaktur push membutuhkan ketersediaan inventori untuk mendukung kelancaran proses produksi, sedangkan sistem manufaktur pull menghendaki ketiadaan inventori karena dipandang sebagai beban biaya.
Contoh dari pull dan push system adalah pada pull , sebuah mesin melakukan proses produksi hanya jika ada permintaan dari mesin yang akan melakukan proses selanjutnya. Sebaliknya pada push system,sebuah mesin melakukan proses produksi tanpa harus menunggu permintaan .
Push and Pull System dalam Realitas
Saya menganalisa kembali definisi – definisi diatas, secara garis besar system Pull merupakan implementasi dari Just In Time yang bertujuan untuk mengendalikan waste, pemborosan, MUDA, dan banyak istilah lainnya yang intinya "kesia-siaan". Caranya yaitu dengan melihat aliran proses mulai dari tahap pembelian material hingga penyimpanan finish good tidak ada yang tertahan, inventory dianggap sebagai pemborosan. System Push yang lebih konvensional/tradisional dianggap berseberangan dengan konsep ini. Pengendalian Inventory mulai dari material, Work In Process, hingga Finish Good, itulah kata kuncinya.
Parts, Mungkinkah semuanya menggunakan Pull System ? |
Bagaimana dengan realita dilapangan ? sejauh pengamatan saya, tidak (mungkin) ada perusahaan yang bisa menerapkan system Pull atau Push secara sempurna. Anda akan bilang, bagaimana dengan Toyota ? jawaban saya seperti ini, sebagai Assembling Proses benar Toyota melakukan proses berdasarkan tingkat pesanan. Lantas bagaimana dengan Produksi Suku Cadangnya ? bukankah penentuan buffer stocknya berdasar forecast ? Lalu bagaimana dengan perusahaan-perusahaan pensuplay parts, misal perusahaan Ban, kabel, Jok, Mur Baut, busa, filter oil, busi, kaca temper, hingga sticker. Saya sangat yakin perusahaan-perusahaan pensuplay ini ( dan tentunya saya anggap sebagai rantai industri otomotif Toyota ) harus memiliki stock material seperti karet alam, carbon black, Syntetic Rubber, Besi, aluminium, kaca dll. Mengapa harus memiliki stock? jawabannya simple, 1) Terkait dengan jarak yang relatif jauh antara produsen dan pabrik, 2) beberapa material memiliki harga yang fluktuatif, 3) mengoptimalkan biaya pembelian. Lalu, apakah masih layak dikatakan Toyota menerapkan Pull System murni (Pure Pull)? Saya yakin, jawabannya Tidak. Melepaskan posisi suplier parts sebagai share holder dalam industri otomotif (di Indonesia) sangat tidak logis..
Komponen Sepatu |
Tidak ada industri yang menerapkan salah satunya secara terpisah. Ada contoh lain yang lebih ekstrim, Industri sepatu yang memiliki kontrak memproduksi sepatu Nike, Adidas, Reebok, Mizuno, Filla, New Balance, dan branded shoes yang lain adalah bentuk industri yang menerapkan konsep Make To order (MTO) dengan sempurna, perusahaan-perusahaan ini tidak akan memproduksi sepatu yang belum dipesan. Karena produksi sepatu sangat tergantung dengan season ( musim ), Gender ( man, woman), Usia ( baby, child, mature ), ditambah lagi dengan syarat Size ( ukuran ), dan spesifikasi unik lainnya yang rasanya sulit bagi mereka untuk sengaja membuat stock finish good. Apakah perusahaan Sepatu menerapkan Pull System secara murni ?
Jawabnya tidak! Karena ternyata beberapa material harus diorder berdasar karakteristik ini, akan tetapi bagaimana dengan material rubber atau bijih plastik untuk proses molding atau injection membuat out sole, leather, PU Syntetic, Textile, Solvent & Chemical, benang, dll. Sekali lagi, beberapa material tetap harus memiliki stock inventory dalam batas optimum untuk memberikan jaminan kelancaran suplay saat proses produksi.
Jawabnya tidak! Karena ternyata beberapa material harus diorder berdasar karakteristik ini, akan tetapi bagaimana dengan material rubber atau bijih plastik untuk proses molding atau injection membuat out sole, leather, PU Syntetic, Textile, Solvent & Chemical, benang, dll. Sekali lagi, beberapa material tetap harus memiliki stock inventory dalam batas optimum untuk memberikan jaminan kelancaran suplay saat proses produksi.
Bagaimana dengan push murni (pure push) ? jika perusahaan ini memonopoli pasar (seperti Bulog, Garam, dll) penerapan push murni sangat ideal dilakukan, karena fokusnya lebih pada volume produksi, seberapapun quantitynya pasar masih bisa menyerap. Akan tetapi dalam situasi kompetisi, yang menuntut produk memiliki “keunikan” fitur, nilai tambah, dan lebih “customize”, akan sangat sulit untuk survive jika mengadopsi Push System.
Konsep Pure Pull atau Push akan memiliki definisi beragam jika system inventory / persediaan masuk didalamnya. Akan lebih jelas maknanya, jika Pull/Push definisinya dimulai dari proses produksi hingga delivery customer. Proses produksi yang menerapkan pull system akan memberikan dampak yang significant terhadap upaya peningkatan produktivitas dan penurunan waste. Didalamnya kita akan banyak temukan metode-metode proses yang sangat menarik, misal system kanban antar lini proses.
Konsep Pure Pull atau Push akan memiliki definisi beragam jika system inventory / persediaan masuk didalamnya. Akan lebih jelas maknanya, jika Pull/Push definisinya dimulai dari proses produksi hingga delivery customer. Proses produksi yang menerapkan pull system akan memberikan dampak yang significant terhadap upaya peningkatan produktivitas dan penurunan waste. Didalamnya kita akan banyak temukan metode-metode proses yang sangat menarik, misal system kanban antar lini proses.
Penutup
Dalam situasi real yang kompetitif, menempatkan Push dan Pull system dalam sudut yang berbeda adalah kemustahilan. Saya ibaratkan kita dipaksa untuk mengakui bahwa didunia ini hanya ada warna primer, yaitu merah, biru dan kuning. Kenyataannya? Masih ada warna-warna hasil kombinasi ketiganya. Analogi ini saya pikir tepat untuk menggambarkan posisi Pull & Push System, kombinasi optimum keduanya akan menghasilkan model-model turunan lain mengikuti karakteristik proses masing-masing manufacturing. Disinilah peran dari Production Planning Inventory Control (PPIC).
Akhir kata, semoga artikel ini memberikan pencerahan mengenai pemahaman dua system dasar dalam konsep lean manufacturing, yaitu system Pull dan System Push.
Good Luck !
Comments
Post a Comment